Pembangunan dan Rehab 177 Sekolah Belum Rampung

PENERIMA DAK: Seorang pekerja berada di halaman SDN Pangarangan V, Jalan KH Agus Salim, Kota Sumenep, kemarin. (JUPRI/RadarMadura.id)

SUMENEP – Pemerintah pusat mengucurkan dana alokasi khusus (DAK) belasan miliar rupiah untuk menunjang fasilitas pendidikan SD di Sumenep. Namun, sampai saat ini realisasi bantuan tersebut belum maksimal.
Buktinya, dari 117 SD yang menerima DAK 2019, hingga kini belum ada satu pun yang menuntaskan pengerjaannya. Padahal, saat ini sudah memasuki akhir tiwulan ketiga. Jenis program DAK yang diberikan pemerintah pusat berupa pembangunan fisik ruang kelas baru (RKB), jamban, dan rehab gedung.

Kabid Pembinaan SD Dinas Pendidikan (Disdik) Sumenep Abd. Kadir tidak menampik kondisi tersebut. Bantuan DAK masih dalam pengerjaan.
”Belum ada yang selesai, masih dalam tahap pelaksanaan dan masih proses,” ujarnya kemarin (27/9).
Kadir mengungkapkan, ada 117 lembaga SD yang mendapat DAK tahun ini. Jenis peruntukannya berbeda-beda. Ada dua lembaga yang mendapatkan program DAK double.
”Satu mendapatkan DAK rehab kelas dan jamban dan satunya lagi mendapat pembangunan RKB dan jamban,” jelasnya.
Kadir menyampaikan, tiap SD yang mendapat DAK pembangunan RKB mendapat Rp 174 juta. Sementara untuk pembangunan jamban, setiap SD menerima Rp 8,2 juta dan untuk rehab kelas besaran bantuannya Rp 94 juta.
DAK tersebut bersifat swakelola. Yakni, pembangunan dilakukan oleh tiap sekolah. Meski begitu, pembangunan itu tidak boleh dilakukan asal-asalan. Sebab, rencana anggaran belanja (RAB) program tersebut ditentukan konsultan. ”Spesifikasi pembangunannya ditentukan konsultan pendamping,” terangnya.
Mengapa belum ada pengerjaan yang selesai? Kadir menyebut ada bantuan yang pembangunan RKB, jamban, dan rehab tidak utuh, tetapi dibagi tiga tahap. Yakni, 25 persen untuk tahap pertama, 45 persen untuk tahap kedua, terakhir 30 persen untuk tahap tiga.
”Setiap tahap masih melaporkan dulu, kemudian akan di-review oleh inspektorat,” terangnya.
Kadir tidak memungkiri realisasi DAK yang dibagi menjadi tiga tahap itu membuat pelaksanaan bantuan tersebut tersendat-sendat. Pihaknya mengaku pasrah. Sebab, hal itu sesuai dengan petunjuk teknis (juknis) pengerjaan.
”Gimana lagi kalau juknisnya seperti itu. Kalau tidak dilakukan, kita menyalahi aturan,” ungkap Kadir.
Dia mengakui, meski ada 117 SD yang mendapatkan DAK, masih banyak lembaga pendidikan lainnya yang membutuhkan pemenuhan sarana dan prasarana yang layak. Itu diketahui dari 220 yang mengajukan untuk dapat DAK, tetapi hanya 117 yang mendapat perhatian pemerintah pusat.
Di tempat terpisah, Ketua DPRD Sumenep Abd. Hamid Ali Munir meminta disdik menekan lembaga pendidikan penerima DAK untuk segera menuntaskan pengerjaan program itu. Namun, tidak boleh mengenyampingkan kualitas pembangunan. ”Waktu yang tersisa harus dimanfaatkan untuk pengerjaan,” sarannya.
Politikus PKB itu menegaskan, DAK untuk lembaga pendidikan akan menjadi salah satu fokus pengawasan dewan. Sebab, pemanfaatan anggaran dari pemerintah pusat itu dilakukan secara swakelola. Pihaknya meminta pembangunan dilakukan harus sesuai spesifikasi.
”Kami akan awasi DAK itu, apalagi dananya besar. Demi menyelamatkan uang negara,” janjinya.
Share:

Pemprov Jatim Lanjutkan Pembangunan JLS

Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa (dok)

SURABAYA – Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Pemprov Jatim) melakukan pemetaan untuk melanjutkan pembangunan Jalur Lingkar Selatan (JLS) yang saat ini masih menyisakan 230 kilometer (KM) dari perencanaan total sepanjang 604 KM. 
“Kami berkomitmen tahun ini dilakukan percepatan JLS. Nantinya untuk anggaran bisa dicarikan dan dipetakan. Bisa menggunakan APBD, APBN atau menggunakan kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU),” ujar Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa, Sabtu (28/9). 
Khofifah mengaku, pihaknya sudah melakukan koordinasi dengan instansi vertikal Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Ia berharap nantinya akan ada sindikasi bank atau konsorsium, sehingga ada koneksitas dalam hal ini. “Jika sudah jadi baru akan dilakukan pembagian APBD akan berapa yang dibutuhkan,” katanya. 

Khofifah sudah mengumpulkan kepala daerah dan juga Bappeda untuk mengidentifikasi penyelesaian JLS di masing-masing daerah. Pihaknya  bersama kepala daerah dan juga jajaran setrategis di Jatim juga mengkaji pelibatan investor untuk menyelesaian proyek JLS. “Kalau mengundang investor masuk maka kita harus menghitung dulu berapa investasi akan mendorong pertumbuhan ekonomi sampai berapa, break event point-nya (BEP) berapa tahun ini dihitung,” ujarnya.
Mantan menteri sosial ini mengungkapkan, untuk melanjutkan pembangunan JLS jika hanya mengandalkan APBD dan APBN sangat kecil. Kalau hanya untuk membuka jaringan konektivitas, tentu Indonesia Timur lebih membutuhkan. “Sama-sama membutuhkannya pasti Jatim diharapkan lebih banyak mendorong investasi untuk bisa melanjutkan sisa JLS. Dengan JLS ini nantinya bisa mendorong pertumbuhan ekonomi sampai berapa persen, dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tumbuh berapa persen,” jelasnya. 
Sementara itu anggota DPRD Jatim dari dapil Madura Mohammad Ashari berharap Pemprov Jatim juga membangun JLS di wilayah Madura. Menurutnya, jalan tersebut menghubungkan Sreseh, Pengarengan, Modung dan Kwanyar. “Kalau ada JLS perjalanan dari Bangkalan ke Sampang bisa lebih cepat karena tidak melewati pasar tumpah yang sering macet,” katanya. 
Politisi Partai Nasdem ini menambahkan, sebenarnya sudah ada perencanaan, layout hingga pembebasan lahan. Namun menurutnya, ada lahan milik PT Garam yang belum bisa dibebaskan. Kalau Pemprov Jatim bisa menfasilitasi dan membantu pendanaan, baik untuk fisik jalan, maka JLS Madura bisa cepat terwujud,” terangnya.
Ashari mengaku optimistis dengan keberadaan JLS di Madura, perekonomian dan kesejahteraan masyarakat Sampang juga bisa meningkat. Menurutnya hingga saat ini, Sampang masih menempati peringkat terbawah di Jatim dalam hal kemiskinan yakni 23 persen.
Share:

Pembangunan Rel Ganda, Komisi II Bakal Panggil PT KAI

Rencana proyek pembangunan jalur ganda rel kereta api di Kota Mojokerto tak luput perhatian dewan. Mereka segera memanggil PT KAI dan instansi terkait. (dok/radarmojokerto.id)


KOTA, Jawa Pos Radar Mojokerto – Rencana proyek pembangunan jalur ganda rel kereta api di Kota Mojokerto tak luput perhatian dewan. Mereka segera memanggil PT KAI dan instansi terkait.
Ketua Komisi II DPRD Kota Mojokerto Rizky Pancasilawan, mengatakan, bakal memanggil sejumlah instansi terkait dengan proyek pembangunan jalur ganda rel KA yang melintas di Kota Onde-Onde. Itu untuk mengetahui detail rencana pembangunan termasuk dampak dari pembangunannya. ’’Segera akan kita panggil PT KAI,’’ kata dia.
Lanjut politisi PDIP ini, salah satu latar belakang pemanggilan itu terkait adanya permasalahan dalam rencana proyek terhadap sejumlah bangunan permukiman di pinggir rel KA. ’’Ini karena ternyata lahan yang terdampak ini ada yang punya sertifikat. Nah, ini artinya lahan milik warga,’’ lanjut dia.

Untuk itu, dalam rapat dengar pendapat tersebut, ia berharap instansi terkait dapat hadir dan memberikan penjelasan sesuai tupoksinya. Sekaligus mengurai permasalahan terkait kepemilikan lahan yang dimungkinkan terjadi. ’’Ini ada laporan warga seperti itu. Nanti dengan rapat dengar pendapat akan terlihat,’’ sambung politisi bertubuh subur ini.
Sebelumnya, soal indikasi pencaplokan lahan milik warga oleh PT KAI, disebut-sebut hal itu bentuk pengastanamaan lahan oleh warga semata. Lantaran, PT KAI menilai lahan-lahan tersebut masuk kepemilikan asetnya. Sehingga, ada lahan milik BUMN itu yang terpotong masuk dalam sertifikat lahan milik warga. ’’Memang ada yang terpotong. Sebenarnya itu miliki KA tapi ikut tersertifikat. Kita kerjasama dengan BPN untuk mengeluarkan data-datanya, akhirnya masyarakat sadar,’’ papar Ahmad Tihan, Supervisor Penjagaan Aset PT KAI Wilayah Mojokerto.
Sedikitnya puluhan bangunan rumah pinggir rel KA yang telah berdiri bertahun-tahun bakal terdampak proyek Nasional tersebut.
Menurut informasi yang dihimpun, pembangunan ruas jalur ganda rel KA itu bakal memakan lahan di sisi utara dan selatan. Jalur ganda tersebut membutuhkan lahan sekitar 22 meter dari median rel sekarang ini. Sebanyak 9 meter ke sisi utara. Sedang, sebanyak 13 meter ke sisi selatan.
Padahal, rel KA di Kota Mojokerto amat berdekatan dengan permukiman penduduk. Seperti dari kawasan Kelurahan Prajurit Kulon, Kecamatan Prajurit Kulon, hingga Kelurahan Miji, Kecamatan Kranggan. Di Kelurahan Miji sedikitnya sebanyak 30 kepala keluarga terimbas rencana pembangunan jalur rel ganda.
Share:

Pemerintah Percepat Pembangunan Infrastruktur Perbatasan

Progres pembangunan Trans Kalimantan yang dikerjakan Kementerian PUPR. (Suara.com/Dian Hapsari)

Pembangunan infrastruktur bertujuan untuk mempercepat pemerataan ekonomi.

 Ketersediaan infrastruktur akan meningkatkan kualitas hidup, mendorong pergerakan ekonomi daerah, mengurangi biaya logistik, dan memunculkan pusat pertumbuhan ekonomi baru di kawasan perbatasan. Atas dasar itulah, pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla terus mengejar pembangunan infrastruktur, karena bertujuan untuk mempercepat pemerataan ekonomi.
Selain pos lintas batas negara (PLBN) dan infrastruktur permukiman di perbatasan, pemerintah juga membangun jalan paralel perbatasan di Kalimantan. Hal ini sesuai dengan Nawa Cita, yaitu membangun dari pinggiran dalam rangka menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Salah satu yang tengah dikebut oleh pemerintah adalah percepatan pembangunan Trans Kalimantan, termasuk perbatasan Indonesia-Malaysia. Untuk memantau progres pembangunan jalur Trans Kalimantan ini, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KemenPUPR) melaksanakan "Ekspedisi Susur Trans Kalimantan" selama lima hari, dimulai Rabu (5/9/2018) sampai Sabtu (9/9/2018).

Progres pembangunan Trans Kalimantan yang dikerjakan Kementerian PUPR. (Suara.com/Dian Hapsari)
Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) XII Balikpapan KemenPUPR menargetkan, akses jalan perbatasan negara sepanjang 1.070 km yang tengah dibangun tersebut dapat beroperasi fungsional pada 2019.
Adapun akses jalan perbatasan yang dibangun  adalah jalan yang menghubungkan Provinsi Kalimantan Barat - Tiong Ohang - Long Pahangai - Long Boh - Long Nawang - Pujungan - Langap - Kemuat - Malinau - Mensalong - Sei Menggaris hingga Sei Ular.
Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) XII, Refly Ruddy Tangkere, menuturkan, ada tiga infrastruktur konektivitas yang akan disusuri. Ketiga infrastruktur yang masih dalam  tahap pembangunan ini termasuk dalam proyek strategis nasional atau PSN, yakni jalan perbatasan Indonesia - Malaysia di Kalimantan Utara dan Kalimantan Timur, Jembatan Pulau Balang, dan Jalan Tol Balikpapan - Samarinda.
"Ekspedisi ini dilakukan untuk mengabarkan kepada Indonesia tentang kondisi eksisting dan progres pembangunan, serta harapan masyarakat setempat," kata Refly, di Hotel Grand Tjokro Balikpapan, Selasa (4/9/2018) malam.
Progres pembangunan Trans Kalimantan yang dikerjakan Kementerian PUPR. (Suara.com/Dian Hapsari)
Ia mengungkapkan, total ruas jalan nasional pada 2015 sepanjang 7.619 km, yang terdiri dari 1.204 km di Kalimantan Selatan, 2.002 km di Kalimantan Tengah, 1.710 km di Kalimantan Timur, 585 km di Kalimantan Utara, dan di Kalimantan Barat sepanjang 2.117 km. Pada akhir 2018, seluruh fasilitas ini diharapkan sudah dapat digunakan oleh masyarakat Kalimantan.
"Kami berharap, seluruhnya tembus dan fungsional pada 2019. Sementara itu, untuk bisa dibangun sesuai standar nasional dan desain besar (grand design) hingga pengaspalan, diprediksi akan tuntas pada 2025," ujarnya.
Share:

Pembangunan Infrastruktur Untuk Kurangi Kesenjangan Wilayah

Pembangunan Jalan Trans Kalimatan. [Dok Kementerian PUPR]

Tantangan lainnya yang perlu diatasi melalui pembangunan infrastruktur adalah urbanisasi yang tinggi.

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengatakan Pemerintahan Presiden Joko Widodo saat ini tengah melakukan percepatan pembangunan infrastruktur di seluruh Indonesia untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan mengurangi kesenjangan pembangunan antar wilayah. Hal tersebut disampaikannya saat menjadi pembicara Seminar Nasional dengan tema “Pembangunan Infrastruktur Indonesia dalam rangka Menunjang Pembangunan Ekonomi” di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Senin, (17/7).
Tantangan lainnya yang perlu diatasi melalui pembangunan infrastruktur adalah urbanisasi yang tinggi, belum optimalnya pemanfaatan sumber daya dalam mendukung kedaulatan pangan dan energi , serta daya saing nasional masih belum kuat.
Tantangan berikutnya soal pendanaan pembangunan infrastruktur jalan, perumahan, sumber daya air, energi, listrik, telekomunikasi, transportasi darat, transportasi laut, dan kereta api selama 2015-2019 diperkirakan mencapai Rp 4.796 triliun. Dari jumlah tersebut rencana sumber pembiayaan pemerintah melalui APBN dan APBD sebesar Rp 1.978,6 triliun (41 persen), namun selama 3 tahun terakhir (2015-2017) baru dapat dipenuhi Rp 960,7 triliun. Sebagian besar lainnya melalui pembiayaan dari BUMN dan swasta termasuk skema kerjasama pemerintah dan badan usaha (KPBU).
Sebagai ilustrasi untuk tahun 2017, alokasi anggaran pembangunan infrastruktur adalah Rp 387 triliun dimana Kementerian PUPR mendapatkan amanah untuk membelanjakan anggaran sebesar Rp 104 triliun, selebihnya dianggarkan di beberapa kementerian lainnya. Meskipun dengan keterbatasan anggaran, Indonesia mampu meningkatkan daya saing infrastruktur global yang tercermin dari peringkat indeks daya saing global untuk Indonesia yang dikeluarkan oleh World Economic Forum (WEF) yang terus naik dari peringkat 82 (Tahun 2014), 72 (Tahun 2015), 62 (Tahun 2016) dan 60 (Tahun 2017).
Dengan keterbatasan anggaran yang ada, Kementerian PUPR berupaya mengoptimalkan alokasi anggaran pada proyek pembangunan infrastruktur guna mendorong pusat-pusat pertumbuhan wilayah (growth center). Pembangunan infrastruktur difokuskan pada 35 Wilayah Pengembangan Strategis (WPS) yang telah ditetapkan sebagai basis perencanaan dan pemrograman infrastruktur PUPR secara terpadu untuk meningkatkan daya saing dan mengurangi disparitas antar wilayah. "Dalam pelaksanaan pembangunan infrastruktur kami menyusun prioritasisasi program pada 35 WPS tersebut," tambah Menteri Basuki dalam keterangan resmi, Selasa (18/7/2017).
Salah satunya adalah menggenjot pembangunan daerah pinggiran dan perbatasan melalui pembangunan jalan paralel perbatasan untuk mendukung perekonomian masyarakat di beranda depan negara. Saat ini pembangunan infrastruktur jalan di perbatasan Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan Timor Leste yang dilakukan bersama-sama dengan Zeni TNI sepanjang 176 Km dengan 27 buah jembatan yang di kenal dengan istilah Sabuk Merah Sektor Timur yang ditargetkan rampung tahun 2019.
Sedangkan untuk pembangunan infrastruktur jalan di perbatasan Kalimantan sepanjang 1.900 kilometer yang membentang dari Kalimantan Utara hingga Kalimantan Barat, menurut Menteri Basuki, pengerjaannya sudah hampir selesai. Pembangunan infrastruktur yang telah dimulai sejak 2015 itu hingga awal 2017 telah mencapai 1.582 kilometer dan ditargetkan 2019 selesai.
Menurut Basuki, masuknya sentuhan pembangunan di perbatasan juga akan memperkuat kesatuan dan persatuan bangsa serta memperkuat keamanan dan pertahanan negara, disamping meningkatkan aktivitas perekonomian masyarakat setempat.
Selain Kalimantan dan NTT, Basuki mengatakan, Kementerian PUPR juga tengah menggenjot pembangunan jalan di kawasan perbatasan Papua dan Trans Papua yang memiliki panjang 4.330 kilometer. Pembangunan yang saat ini telah mencapai 89 persen itu ditargetkan seluruhnya tersambung pada 2018.
Selain jalan, Kementerian PUPR telah menyelesaikan Pembangunan 7 Pos Lintas Batas Negara (PLBN) di Kalimantan, Papua dan Nusa Tenggara Timur. Ketujuh PLBN yang sudah selesai yakni PLBN Entikong, Badau, Aruk (di Kalimantan Barat), Motaain, Matamasin, Wini (di NTT) dan terakhir Skouw (Papua).
Infrastruktur PUPR Sudah Dirasakan Manfaatnya
Sementara itu Anggota Badan Pemeriksa Keuangan IV Rizal Djalil mengatakan bahwa pembangunan infrastruktur diprioritaskan untuk 5 sektor infrastruktur prioritas (energi, transportasi, jalan dan jembatan, air, dan perumahan), dimana 3 diantaranya dilaksanakan oleh Kementerian PUPR. Sehingga wajar bila dari porsi pembiayaan APBN dan APBD (sekitar 41 persen), alokasi terbesar berada di Kementerian PUPR.
“Kementerian PUPR selama ini mampu memenuhi target yang ditetapkan Pemerintah dan menyerap anggaran yang dipercayakan. Selain itu proyek-proyek yang telah tuntas memberikan manfaat yang nyata bagi perbaikan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat,”tegas Rizal Djalil.
Rizal menilai postur anggaran tersebut merupakan langkah pemerintah untuk menjawab tantangan pertumbuhan ekonomi. Dengan menyediakan infrastruktur dasar seperti bidang sumber daya air, dapat berimplikasi terhadap kesehatan masyarakat, sama halnya pembangunan bidang sanitasi dan permukiman. "Pembangunan infrastruktur konektivitas seperti jalan dan jembatan dapat menurunkan harga logistik, ini merupakan salah satu implementasi dari pemerataan," tambah Rizal.
Sementara Ekonom UGM A. Tony Prasetiantono mengungkapkan bahwa rekomendasi para ekonom dunia, idealnya belanja infrastruktur suatu negara sekurang-kurangnya adalah 5 persen terhadap GDP. "Saat ini GDP Indonesia sebesar Rp 12.500 triliun, artinya 5 persennya adalah Rp 600 triliun per tahun. Alokasi APBN 2017 untuk infrastruktur adalah sebesar Rp 387 triliun sehingga masih membutuhkan sekitar Rp 213 triliun kekurangan dananya untuk mencapai porsi 5 persen tersebut," tambah Tony.
Tony menilai angka tersebut (Rp 387 triliun) sudah cukup baik, dibandingkan era sebelumnya, namun masih kurang apabila mengacu pada benchmark India sebesar 5 persen atau China sebesar 10 persen terhadap GDPnya.
Share:

Tiga Faktor Inilah yang Membuat Pembangunan Infrastruktur Lamban

Pembebasan lahan jalan tol Batang - Semarang di Jawa Tengah. [Dok Jasa Marga]

LPPNU mengungkapkan tiga faktor yang menyebabkan lambatnya pembangunan infrastruktur di Indonesia.

Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama (LPPNU) mengungkapkan tiga faktor yang menyebabkan lambatnya pembangunan infrastruktur di Indonesia.
Ketua LPPNU Marwan Jafar dalam diskusi bertajuk "Pembangunan Infrastruktur untuk Memperkuat Ekonomi Rakyat dan Konektivitas Antardaerah" di Jakarta, Selasa (21/3/2018) mengatakan ketiga faktor itulah yang menjadi kekurangan dalam pembangunan infrastruktur saat ini.
"Faktor pertama adalah pembebasan lahan. Sampai saat ini pembebasan lahan telah menjadi momok dalam pembangunan infrastruktur," katanya.
Faktor kedua adalah tidak sinkronnya pemerintah daerah dalam program pemerintah pusat sehingga realisasi visi pembangunan nasional terhambat dan ketiga adalah tingginya egosektoral antara kementerian/lembaga.
"Dalam kerangka itu, maka dibuatlah deregulasi dan debirokratisasi untuk memangkas regulasi yang menghambat pembangunan juga memotong regulasi berbelit," katanya.
Lebih lanjut, Marwan berharap pembangunan infrastruktur dapat terus dioptimalkan mengingat anggaran infrastruktur yang menembus Rp410,4 triliun tahun ini.
Angka tersebut diharapkan bisa meningkatkan pembangunan infrastruktur yang dapat dirasakan oleh masyarakat. Mengutip laporan dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), secara keseluruhan, panjang jalan yang berhasil dibangun dalam tiga tahun terakhir yaitu 2.623 kilometer. Masing-masing sepanjang 1.286 kilometer pada 2015, 559 kilometer pada 2016 dan 778 kilometer pada 2017. (Antara)
Share:

Ini Beda Proyek Infrastruktur di Jawa dan Luar Jawa

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono di Jakarta, Jumat (7/10/2016). [Suara.com/Adhitya Himawan]

Secara umum, kondisi infrastruktur di Pulau Jawa jauh lebih maju dibandingkan wilayah lain di Indonesia.

Pembangunan infrastruktur merupakan salah satu kebijakan primadona di era pemerintahan Presiden Joko Widodo. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menjadi salah satu ujung tombak pembangunan infrastruktur di seluruh wilayah Indonesia.
Walau demikian, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengakui ada perbedaan proyek infrastruktur di Pulau Jawa dengan wilayah lain di Indonesia. "Secara umum, proyek infrastruktur yang ada di Pulau Jawa lebih berupa pemeliharaan dan pengembangan. Untuk luar Pulau Jawa, proyek infrastruktur memang lebih banyak membangun yang baru," kata Basuki dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (7/10/2016).
Perbedaan ini tak lepas dari fakta banyak infrastruktur yang telah dibangun oleh Pemerintahan Kolonial Belanda di Pulau Jawa. Maklum, sejak zaman Hindia Belanda, Pulau Jawa sudah menjadi pusat pemerintahan dan ekonomi. "Ini membuat kondisi infrastruktur di Pulau Jawa paling baik dibanding yang lain," ujar Basuki.
Untuk mengatasi kesenjangan tersebut, pemerintah telah membagi Indonesia dalam 35 Wilayah Pengembangan Strategis. Tujuannya untuk meningkatkan daya saing dan mengurangi disparitas antar wilayah. "Termasuk memadukan pengembangan antara wilayah dengan market driven," tambah Basuki.
Adapun daftar nama 35 Wilayah Pengembangan Strategis di Indonesia adalah sebagai berikut:
(1) Merak-Bakauheni-Bandar Lampung-Palembang-Tanjung Api-Api;
(2) Metro Medan-Tebing Tinggi-Dumai-Pekanbaru;
(3) Jakarta-BandungCirebon-Semarang;
(4) Malang-Surabaya-Bangkalan;
(5) Yogyakarta-SoloSemarang;
(6) Semarang-Surabaya;
(7) Balikpapan-Samarinda-Maloy;
(8) Manado-Bitung-Amurang;
(9) Makassar-Pare Pare-Mamuju;
(10) Ternate-Sofifi-Morotai;
(11) Ambon-Seram;
(12) Batam-Bintan-Karimun;
(13) Jambi-Palembang-Bangka Belitung (Pangkal Pinang);
14) Jakarta-Bogor-Ciawi-Sukabumi;
(15) Surabaya-Pasuruan-Banyuwangi;
(16) Sibolga-Padang-Bengkulu;
(17) Yogyakarta-Prigi-Blitar-Malang;
(18) Banjarmasin-Batulicin-Palangkaraya;
(19) Ketapang-PontianakSingkawang-Sambas;
(20) Gorontalo-Bolaang Mongondow;
(21) PaluBanggai;
(22) Sorong-Manokwari;
(23) Manokwari-Bintuni;
(24) Denpasar-Padang Bay;
(25) Sabang-Banda Aceh-Langsa;
(26) Jayapura-Merauke;
(27) Pulau Lombok;
(28) Kupang-Atambua;
(29) Tanjung Lesung-Sukabumi-Pangandaran-Cilacap;
(30) MamujuMammasa-Toraja-Kendari;
(31) Labuan Bajo-Ende;
(32) Pulau Sumbawa;
(33) Temajuk-Sebatik;
(34) Nabire-Enarotali-(Ilaga-Timika)-Wamena;
(35) Pulau Pulau Kecil Terluar (tersebar).
Share:

Recent Posts