Salah satu faktor penting untuk mendukung pertumbuhan ekonomi di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) adalah pembangunan infrastruktur.
"Pembangunan infrastruktur juga akan mengintegrasikan industri yang ada di Aceh, sehingga pertumbuhannya juga akan semakin meningkat," kata Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono, baru-baru ini.
Tahun ini, Kementerian PUPR telah menganggarkan Rp 1,98 triliun untuk pembangunan infrastruktur dalam mendukung ketahanan pangan, konektivitas, permukiman dan perumahan. Dalam mengembangkan sektor pertanian dan pemenuhan kebutuhan air di Aceh, Kementerian PUPR melalui Balai Wilayah Sungai Sumatera I, Direktorat Jenderal Sumber Daya Air sudah merampungkan dua bendungan, yaitu Bendungan Paya Seunara di Kabupaten Sabang dan Bendungan Rajui di Kabupaten Pidie.
Bendungan Paya Seunara yang dibangun sejak 2001, telah selesai konstruksinya pada 2016 oleh kontraktor PT Inaco Harapan-PT Inaco Putra Perkasa, dengan total biaya pembangunan mencapai Rp 94,89 miliar. Bendungan yang berada di aliran Sungai Paya Senara ini memiliki luas area genangan mencapai 98 hektare (ha) dan disiapkan untuk menampung air dari Sungai Paya Seunara hingga 1,3 juta meter kubik.
Bendungan ini mempunyai arti penting bagi masyarakat Sabang dan masyarakat Pulau Weh pada umumnya, karena bermanfaat bagi penyediaan air baku sebesar 125 liter/detik. Pulau Weh selama ini termasuk rawan krisis air, karena salah satu sumber air utama, yakni Danau Anak Laut semakin hari semakin turun ketersediaan airnya.
Bendungan lainnya di Provinsi Aceh yang telah selesai pembangunannya adalah Bendungan Rajui, yang terletak di Desa Masjid Tanjong, Kecamatan Padang Tiji, Kabupaten Pidie, Provinsi NAD. Bendungan yang mulai dibangun pada awal 2011 ini telah selesai pada 2016, membutuhkan biaya sebesar Rp 110,65 miliar.
Dengan luas genangan 33,6 ha, bendungan ini diharapkan mampu menampung air sebanyak 2,67 juta meter kubik untuk mengairi areal persawahan seluas 4.790 ha, sehingga mendukung program swasembada pangan dan meningkatkan penyediaan air baku. Selain itu, lokasi Bendungan Rajui yang berada di kaki lembah Seulawah, Kabupaten Pidie, Aceh, Waduk Rajui Padang Tiji terlihat asri dan terbilang masih sangat alami, sehingga menjadi salah satu destinasi wisata baru bagi warga sekitar.
Pembangunan tampungan air di Aceh semakin diperbanyak oleh Kementerian PUPR. Saat ini juga tengah diselesaikan Bendungan Keureuto di Kabupaten Aceh Utara. Sementara dua bendungan lainnya, yakni Bendungan Rukoh dan Bendungan Tiro akan segera dimulai pembangunannya.
Bendungan Keureuto merupakan salah satu bendungan terbesar yang mulai dibangun pada 2015 dan saat ini progress fisiknya mencapai 35,32 persen. Dari total lahan seluas 767 ha, sebagian dana pembebasan lahan akan dibayarkan melalui dana talangan Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN), yaitu seluas 457 ha sebesar Rp 50 miliar.
Pembangunan Bendungan Keureuto bertujuan untuk meredam dan mereduksi debit banjir hingga 896 m3/detik, dengan kapasitas tampung 215 juta m3. Bendungan ini juga berfungsi untuk menyediakan air irigasi seluas 9.420 ha, air baku 1,14 m3l/detik, penghasil listrik sebesar 6,34 MW, sehingga diharapkan dapat meningkatkan perekonomian di Kabupaten Aceh Utara dan Kabupaten Bener Meriah.
Pembangunan tampungan air di Aceh semakin diperbanyak oleh Kementerian PUPR. Saat ini juga tengah diselesaikan Bendungan Keureuto di Kabupaten Aceh Utara. Sementara dua bendungan lainnya, yakni Bendungan Rukoh dan Bendungan Tiro akan segera dimulai pembangunannya.
Bendungan Keureuto merupakan salah satu bendungan terbesar yang mulai dibangun pada 2015 dan saat ini progress fisiknya mencapai 35,32 persen. Dari total lahan seluas 767 ha, sebagian dana pembebasan lahan akan dibayarkan melalui dana talangan Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN), yaitu seluas 457 ha sebesar Rp 50 miliar.
Pembangunan Bendungan Keureuto bertujuan untuk meredam dan mereduksi debit banjir hingga 896 m3/detik, dengan kapasitas tampung 215 juta m3. Bendungan ini juga berfungsi untuk menyediakan air irigasi seluas 9.420 ha, air baku 1,14 m3l/detik, penghasil listrik sebesar 6,34 MW, sehingga diharapkan dapat meningkatkan perekonomian di Kabupaten Aceh Utara dan Kabupaten Bener Meriah.
Pekerjaan Pembangunan Bendungan Keureuto dilaksanakan dengan kontrak tahun jamak dari Tahun 2015- 2019 dan menelan dana sekitar Rp 1,7 triliun.
Peningkatan Konektivitas Antar Wilayah di Aceh
Sementara itu, untuk mendukung konektivitas di bidang pembangunan jalan, Kementerian PUPR saat ini tengah menyelesaikan proyek pembangunan flyover Simpang Surabaya di Kota Banda Aceh. Flyover ini memiliki panjang 881 meter (m) dan dibangun untuk mengurai kemacetan lalu lintas yang keluar masuk kota Banda Aceh di jalur lintas timur Provinsi Aceh.
Flyover ini juga diharapkan dapat memperlancar akses dari dan ke Pelabuhan Malahayati yang merupakan wilayah pengembangan strategis. Anggaran pembangunannya menggunakan paket kontrak tahun jamak 2015-2017 senilai Rp 262,6 miliar. Sejauh ini progress fisik pembangunan flyover telah mencapai 77,88 persen.
Infrastruktur lainnya yang saat ini sedang dibangun di Aceh adalah Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dan Jaringan Air Limbah di Kota Banda Aceh. Fasilitas IPAL tersebut diproyeksikan berkapasitas 3.000 meter kubik per hari, dengan sistem IPAL Aerated Lagoon dan menggunakan jaringan perpipaan berdiameter 150-800 milimeter.
Dengan kapasitas tersebut, IPAL akan dapat melayani hingga 8.000 Sambungan Rumah (SR), namun saat ini pendanaan APBN baru dapat dialokasikan bagi 210 SR yang ditargetkan selesai pada Oktober 2017. Fasilitas IPAL di Banda Aceh tersebut adalah yang pertama kali akan ada dimiliki oleh masyarakat Aceh untuk menangani masalah air limbah di wilayah Peuniti Kota Banda Aceh.
Alokasi anggaran pembangunan IPAL Kota Banda Aceh menggunakan anggaran tahun jamak 2015-2017 sebesar Rp 105 miliar, dimana anggaran 2017 sebesar Rp 45 miliar. Progress fisiknya hingga Juni ini telah mencapai 65,8 persen.
Peningkatan Konektivitas Antar Wilayah di Aceh
Sementara itu, untuk mendukung konektivitas di bidang pembangunan jalan, Kementerian PUPR saat ini tengah menyelesaikan proyek pembangunan flyover Simpang Surabaya di Kota Banda Aceh. Flyover ini memiliki panjang 881 meter (m) dan dibangun untuk mengurai kemacetan lalu lintas yang keluar masuk kota Banda Aceh di jalur lintas timur Provinsi Aceh.
Flyover ini juga diharapkan dapat memperlancar akses dari dan ke Pelabuhan Malahayati yang merupakan wilayah pengembangan strategis. Anggaran pembangunannya menggunakan paket kontrak tahun jamak 2015-2017 senilai Rp 262,6 miliar. Sejauh ini progress fisik pembangunan flyover telah mencapai 77,88 persen.
Infrastruktur lainnya yang saat ini sedang dibangun di Aceh adalah Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dan Jaringan Air Limbah di Kota Banda Aceh. Fasilitas IPAL tersebut diproyeksikan berkapasitas 3.000 meter kubik per hari, dengan sistem IPAL Aerated Lagoon dan menggunakan jaringan perpipaan berdiameter 150-800 milimeter.
Dengan kapasitas tersebut, IPAL akan dapat melayani hingga 8.000 Sambungan Rumah (SR), namun saat ini pendanaan APBN baru dapat dialokasikan bagi 210 SR yang ditargetkan selesai pada Oktober 2017. Fasilitas IPAL di Banda Aceh tersebut adalah yang pertama kali akan ada dimiliki oleh masyarakat Aceh untuk menangani masalah air limbah di wilayah Peuniti Kota Banda Aceh.
Alokasi anggaran pembangunan IPAL Kota Banda Aceh menggunakan anggaran tahun jamak 2015-2017 sebesar Rp 105 miliar, dimana anggaran 2017 sebesar Rp 45 miliar. Progress fisiknya hingga Juni ini telah mencapai 65,8 persen.